Petani : Tetap Berkorban, Walau Terhimpit Kemiskinan
Seabad
yang lalu Belanda, Portugis, Inggris, dan Jepang memperebutkan kekuasaan di
Indonesia. Kepulauan nusantara sejak dahulu kala termashur sebagai pusat
rempah-rempah mempunyai lahan pertanian subur membentang dari Sabang hingga Marauke.
Negara kolonial bahkan mengerahkan prajurit demi bertempur serta memutar otak
dalam meja diplomasi guna mendapatkan negeri impiannya. Sampai akhirnya, perjungan
pahlawan terdahulu mencapai titik terang, Indonesia resmi memproklamirkan
kemerdekaannya. Pascakemerdekaan, tepatnya pada tahun 1984 Indonesia sukses mengimplementasikan
program revolusi hijau dengan memproduksi total 25,8 ton beras. Keberhasilan
ini membuahkan penghargaan dari FAO (Organisasi Pangan dan Pertanian Dunia) pada
tahun 1985. Ketika itu Indonesia yang terbilang baru merdeka hampir mencapai
gelar macan Asia berkat jasa petani.
Pada era teknologi sekarang, pertanian
tetap menjadi aspek penting, sebab sektor ini
menjadi tumpuan fundamental penghidupan
sebagian besar masyarakat Indonesia. Sebanyak 91.647.166
orang atau sebesar 44,34
% penduduk Indonesia bekerja di sektor pertanian (Statistik
Indonesia, 2002). Bidang agraria
menjadi penyedia pangan yang membawa pengaruh besar
bagi stabilitas negara.
Pertanian juga berkontribusi 6,9 % dari
total nilai ekspor nonmigas serta
15 % dalam PDB nasional.
Kemiskinan
struktural petani
Kasus aktual yang terjadi adalah kebijakan
pemerintah menetapkan bea masuk kedelai yang semula lima menjadi nol persen dispekulasi
akan mengancam petani kedelai lokal. Apabila harga kedelai
di Amerika turun –seperti tabel di samping menunjukkan kedelai impor lebih
murah—maka harga jual kedelai ke Indonesia akan menurun drastis. Kondisi
tersebut tentu mematikan harga kedelai lokal hingga merugikan petani kedelai.
Penyebab kemiskinan tersebut
menimbulkan sebuah tanda tanya besar mengingat bahwa produksi dari sektor
pertanian senantiasa diserap habis oleh pasar, bahkan sering mengalami devisit.
Studi yang dilakukan Cliffrod Geerzt (1961) di salah satu daerah di Pulau Jawa
mencoba menjawabnya. Penelitian tersebut mengungkap bahwa pada kalangan petani
lazim terjadi sebuah involsi pertanian, yakni proses penyerapan tenaga kerja di
sektor pertanian yang semakin lama akan bertambah pampat – yang timbul sebagai
konsekuensi sistem pewarisan tanah. Sebagai contoh seorang petani
mempunyai tanah 0,5 hektar mempunyai dua
anak, maka hampir bisa dipastikan bahwa kondisi ekonomi keturunannya akan
semakin buruk karena tanah warisan jumlahnya harus dibagi, katakanlah
masing-masing anak menerima 0,25 hektar. Sebuah siklus memprihatinkan yang
menjadi salah satu akar kemiskinan dalam generasi penerus petani.
Dependensi pertanian
Indonesia terhadap alam
1. Resiko
produksi ditimbulkan variasi hasil akibat berbagai faktor yang sulit
diduga, seperti cuaca, penyakit, hama, variasi genetik, serta waktu pelaksanaan
kegiatan. Sebagai salah satu kasus
Petani Desa Pangtonggal, Kecamatan Proppo yang meratapi nasib 50 hektar
bulir padi yang ditanam ternayata kosong melompong. Di samping itu Petani Desa
Mranggon Lawang, Kabupaten Probolinggo juga terancam gagal panen sebab tanaman
bawang diserang hama ulat. Serta masih banyak lagi kasus gagal panen petani yang
tidak hanya diakibatkan oleh fenomena alam, namun juga kurangnya teknologi
tepat guna dalam tindakan preventif maupun represif untuk menanganinya.
2. Resiko harga dan pasar
umumnya dikaitkan dengan ketidaktentuan harga yang diterima petani serta
dibayarkan untuk input produksi. Jenis keragaman harga yang dapat diduga antara
lain trend harga, siklus harga, dan variasi harga berdasarkan musim. Tingkat
harga dapat berpengaruh pada harapan pedagang, spekulasi, program pemerintah,
serta permintaan konsumen.
3. Risiko usaha dan finansial berkorelasi
dengan pembiayaan dari usaha yang dijalankan, modal yang dipengaruhinya serta
kewajiban kredit. Resiko usaha menjadi makin tinggi bila pinjaman modal usaha
menjadi lebih banyak. Pengeluaran untuk biaya tunai yang makin tinggi akan meningkatkan
resiko tidak tersedianya uang tunai untuk membayar hutang dan kewajiban finansial
lainnya.
Pahlawan
pangan Indonesia tetap mempertankan eksistensinya di tengah himpitan industri
dan perumahan yang berusaha menggusur lahan pertanian. Mereka mencangkul laksana
tak kenal lelah dalam resiko gagal panen walaupun tidak menjanjikan harta yang
berlimpah. Para petani tetap menabur benih kehidupan, tidak terbujuk
urbanisasi, bahkan bekerja sebagai TKI ke luar negeri yang mungkin lebih memberi
harapan dari prespektif material. Oleh karenanya sudah selayaknya kesejahteraan
mereka ditingkatkan dengan mengintensifikasi sektor pertanian
Ekspansi
pertanian melalui peningkatan produktivitas
Tingkat
produksi lahan pertanian nasional masih rendah. Pada tahun 2002, rata-rata
produktivitas padi adalah 4,4 ton/ha (Purba S dan Las, 2002). Jika dibandingkan
dengan negara produsen pangan dunia lainnya khususnya beras, produktivitas padi
di Indonesia menduuduki peringkat ke 29. Sementara, Australia memiliki nilai produktivitas rata-rata 9,5
ton/ha, Jepang 6,65 ton/ha dan Cina 6,35 ton/ha ( FAO, 1993).
Faktor
dominan penyebab rendahnya produktivitas tanaman pangan adalah :
1.
Penerapan teknologi budidaya di lapangan yang masih rendah.
2.
Tingkat kesuburan lahan yang terus menurun (Adiningsih, S, dkk., 1994).
3.
Eksplorasi potensi genetik tanaman yang masih belum optimal
Untuk mengatasi problematika di atas
dibutuhkan pendekatan multidimensional dalam meningkatkan kualitas lahan
pertanian baik dari segi produktivitas maupun dalam aspek ekonomi. Dalam
persoalan produktivitas dapat dilakukan dengan penerapan panca usaha tani,
yaitu :
1.
Penggunaan bibit unggul agar
menghasilkan produk kualitas tinggi, panen yang melimpah, dan tahan hama
penyakit.
2.
Pengolahan tanah yang baik yaitu
mampu menyediakan unsur-unsur hara secara proposional.
3.
Pemupukan bertujuan untuk
menggantikan hara yang hilang terbawa panen, volatilisasi, pencucian, fiksasi,
dan sebagainya.
4.
Pengendalian hama/penyakit umunya
diklasifikasikan menjadi beberapa cara, yaitu mekanis, pengaturan sanitasi
lingkungan atau ekologi, dan kimiawi.
5. Pengairan atau irigasi
merupakan usaha penyediaan dan pengaturan air untuk menunjang pertanian, yang
jenisnya meliputi irigasi air permukaan, irigasi air bawah tanah, irigasi pompa
dan irigasi tambak.
Terlebih lagi, hasil pertanian juga perlu
ditingkatkan secara ekonomis. Misalnya dengan pengolaan produk pertanian
menjadi keripik atau minuman. Selain itu juga dapat membuka argowisata lahan
pertanian. Argowisata termasuk salah satu alternatif hiburan yang edukatif. Upaya
lain yang dapat dilakukan pendirian koperasi petani agar distribusi hasil panen
bukan lagi monopoli tengkulak.
Kehadiran petani sebagai pahlawan
pangan yang sering terabaikan oleh masyarakat. Padahal tanpa jasanya rakyat
baik yang jelata, sampai yang kaya raya akan mati kelaparan. Sudah sewajarnya
mereka terbebas dari belenggu kemiskinan melalui pengabdian mahasiswa maupun
program pemerintah guna peningkatkan produktivitas dan nilai ekonomis produk
pertanian.
1. Narwoko, Dwi dkk. 2004. Sosiologi Teks Pengantar dan Terapan. Jakarta : Kencana.
2. Muis Syam, Abdul. 2013. Indonesia: Dulu Negara Agraris, Sekarang Negara “Artis”?. Tersedia : http://regional.kompasiana.com/2013/09/09/indonesia-dulu-negara-agraris-sekarang-negara-artis-590088.html
3. ----. 2013. Kabinet Pembangunan IV. Tersedia : http://id.wikipedia.org/wiki/Kabinet_Pembangunan_IV
4. Badan Pembangunan Nasional. 2004. Revitalisasi Pertanian. Tersedia : www.bappenas.go.id/index.php/download_file/view/8098/1653/
5. ---. 2013. Diserang Hama Ulat, Petani Bawang Terancam Gagal Panen. Tersedia: http://berita8.com/berita/2013/10/diserang-hama-ulat-petani-bawang-terancam-gagal-panen