Sabtu, 30 November 2013

Antara aku dan pahlawanku

Hi hi hi :) Aku mau posting lomba aku dan pahlawanku. Aku belum beruntung, masih jadi peserta.  Tapi semoga artikel ini bisa bermanfaat terutama agar kita bisa menghargai jasa petani.

Petani : Tetap Berkorban, Walau Terhimpit Kemiskinan

Seabad yang lalu Belanda, Portugis, Inggris, dan Jepang memperebutkan kekuasaan di Indonesia. Kepulauan nusantara sejak dahulu kala termashur sebagai pusat rempah-rempah mempunyai  lahan pertanian  subur membentang dari Sabang hingga Marauke. Negara kolonial bahkan mengerahkan prajurit demi bertempur serta memutar otak dalam meja diplomasi guna mendapatkan negeri impiannya. Sampai akhirnya, perjungan pahlawan terdahulu mencapai titik terang, Indonesia resmi memproklamirkan kemerdekaannya. Pascakemerdekaan, tepatnya pada tahun 1984 Indonesia sukses mengimplementasikan program revolusi hijau dengan memproduksi total 25,8 ton beras. Keberhasilan ini membuahkan penghargaan dari FAO (Organisasi Pangan dan Pertanian Dunia) pada tahun 1985. Ketika itu Indonesia yang terbilang baru merdeka hampir mencapai gelar macan Asia berkat jasa petani.
Pada era teknologi sekarang, pertanian tetap menjadi aspek penting, sebab sektor ini menjadi tumpuan fundamental penghidupan sebagian besar masyarakat Indonesia.  Sebanyak  91.647.166 orang atau sebesar 44,34 % penduduk Indonesia bekerja di sektor pertanian (Statistik Indonesia, 2002). Bidang agraria menjadi penyedia pangan yang membawa pengaruh besar bagi stabilitas negara. Pertanian juga berkontribusi 6,9 % dari total nilai ekspor nonmigas serta 15 % dalam PDB nasional.

Kemiskinan struktural petani
Sangat disayangkan jasa besar petani menyediakan pangan bagi kelangsungan hidup masyarakat, belum mampu dibalas dengan peningkatan kesejahteraan. Terbukti statistik menunjukan bahwasanya 60% lebih angka kemiskinan disumbang oleh petani kecil. Beberapa petani akhirnya merelakan lahannya dijual untuk pendirian industri, maupun berurbanisasi ke kota besar ketimbang bekerja keras mencangkul di bawah sengatan terik matahari, namun tetap hidup dalam jeratan kemiskinan. Ketika nasi terhidang waktu untuk menghabiskannya tidak begitu lama, kurang lebih sepuluh menit. Namun dibalik beberapa suapan sebentar tersimpan kisah kerja keras petani selama empat bulan. Pertama, masa vegetatif padi berlangsung sekitar 55-60 hari, lantas fase generatif yang berjalan sekitar dua bulan. Setelah melewati kedua fase tersebut baru petani memanen hasilnya. Perjuangan mereka bukan tanpa resiko, sering tersiar berita petani merugi bahkan gagal panen, dikarenakan faktor lingkungan, maupun manusia lain seperti berikut :
            Kasus aktual yang terjadi adalah kebijakan pemerintah menetapkan bea masuk kedelai yang semula lima menjadi nol persen dispekulasi akan mengancam petani kedelai lokal. Apabila harga kedelai di Amerika turun –seperti tabel di samping menunjukkan kedelai impor lebih murah—maka harga jual kedelai ke Indonesia akan menurun drastis. Kondisi tersebut tentu mematikan harga kedelai lokal hingga merugikan petani kedelai. 


Penyebab kemiskinan tersebut menimbulkan sebuah tanda tanya besar mengingat bahwa produksi dari sektor pertanian senantiasa diserap habis oleh pasar, bahkan sering mengalami devisit. Studi yang dilakukan Cliffrod Geerzt (1961) di salah satu daerah di Pulau Jawa mencoba menjawabnya. Penelitian tersebut mengungkap bahwa pada kalangan petani lazim terjadi sebuah involsi pertanian, yakni proses penyerapan tenaga kerja di sektor pertanian yang semakin lama akan bertambah pampat – yang timbul sebagai konsekuensi sistem pewarisan tanah. Sebagai contoh seorang petani mempunyai  tanah 0,5 hektar mempunyai dua anak, maka hampir bisa dipastikan bahwa kondisi ekonomi keturunannya akan semakin buruk karena tanah warisan jumlahnya harus dibagi, katakanlah masing-masing anak menerima 0,25 hektar. Sebuah siklus memprihatinkan yang menjadi salah satu akar kemiskinan dalam generasi penerus petani.

Dependensi pertanian Indonesia terhadap alam
1.  Resiko produksi ditimbulkan variasi hasil akibat berbagai faktor yang sulit diduga, seperti cuaca, penyakit, hama, variasi genetik, serta waktu pelaksanaan kegiatan. Sebagai salah satu kasus  Petani Desa Pangtonggal, Kecamatan Proppo yang meratapi nasib 50 hektar bulir padi yang ditanam ternayata kosong melompong. Di samping itu Petani Desa Mranggon Lawang, Kabupaten Probolinggo juga terancam gagal panen sebab tanaman bawang diserang hama ulat. Serta masih banyak lagi kasus gagal panen petani yang tidak hanya diakibatkan oleh fenomena alam, namun juga kurangnya teknologi tepat guna dalam tindakan preventif maupun represif untuk menanganinya.
2. Resiko harga dan pasar umumnya dikaitkan dengan ketidaktentuan harga yang diterima petani serta dibayarkan untuk input produksi. Jenis keragaman harga yang dapat diduga antara lain trend harga, siklus harga, dan variasi harga berdasarkan musim. Tingkat harga dapat berpengaruh pada harapan pedagang, spekulasi, program pemerintah, serta permintaan konsumen.
3. Risiko usaha dan finansial berkorelasi dengan pembiayaan dari usaha yang dijalankan, modal yang dipengaruhinya serta kewajiban kredit. Resiko usaha menjadi makin tinggi bila pinjaman modal usaha menjadi lebih banyak. Pengeluaran untuk biaya tunai yang makin tinggi akan meningkatkan resiko tidak tersedianya uang tunai untuk membayar hutang dan kewajiban finansial lainnya.
Pahlawan pangan Indonesia tetap mempertankan eksistensinya di tengah himpitan industri dan perumahan yang berusaha menggusur lahan pertanian. Mereka mencangkul laksana tak kenal lelah dalam resiko gagal panen walaupun tidak menjanjikan harta yang berlimpah. Para petani tetap menabur benih kehidupan, tidak terbujuk urbanisasi, bahkan bekerja sebagai TKI ke luar negeri yang mungkin lebih memberi harapan dari prespektif material. Oleh karenanya sudah selayaknya kesejahteraan mereka ditingkatkan dengan mengintensifikasi sektor pertanian
Ekspansi pertanian melalui peningkatan produktivitas
Tingkat produksi lahan pertanian nasional masih rendah. Pada tahun 2002, rata-rata produktivitas padi adalah 4,4 ton/ha (Purba S dan Las, 2002). Jika dibandingkan dengan negara produsen pangan dunia lainnya khususnya beras, produktivitas padi di Indonesia menduuduki peringkat ke 29. Sementara, Australia  memiliki nilai produktivitas rata-rata 9,5 ton/ha, Jepang 6,65 ton/ha dan Cina 6,35 ton/ha ( FAO, 1993).
Faktor dominan penyebab rendahnya produktivitas tanaman pangan adalah :
1. Penerapan teknologi budidaya di lapangan yang masih rendah.
2. Tingkat kesuburan lahan yang terus menurun (Adiningsih, S, dkk., 1994).
3. Eksplorasi potensi genetik tanaman yang masih belum optimal
            Untuk mengatasi problematika di atas dibutuhkan pendekatan multidimensional dalam meningkatkan kualitas lahan pertanian baik dari segi produktivitas maupun dalam aspek ekonomi. Dalam persoalan produktivitas dapat dilakukan dengan penerapan panca usaha tani, yaitu :
1. Penggunaan bibit unggul agar menghasilkan produk kualitas tinggi, panen yang melimpah, dan tahan hama penyakit.
2. Pengolahan tanah yang baik yaitu mampu menyediakan unsur-unsur hara secara proposional.
3. Pemupukan bertujuan untuk menggantikan hara yang hilang terbawa panen, volatilisasi, pencucian, fiksasi, dan sebagainya.
4. Pengendalian hama/penyakit umunya diklasifikasikan menjadi beberapa cara, yaitu mekanis, pengaturan sanitasi lingkungan atau ekologi, dan kimiawi.
5. Pengairan atau irigasi merupakan usaha penyediaan dan pengaturan air untuk menunjang pertanian, yang jenisnya meliputi irigasi air permukaan, irigasi air bawah tanah, irigasi pompa dan irigasi tambak.
            Terlebih lagi, hasil pertanian juga perlu ditingkatkan secara ekonomis. Misalnya dengan pengolaan produk pertanian menjadi keripik atau minuman. Selain itu juga dapat membuka argowisata lahan pertanian. Argowisata termasuk salah satu alternatif hiburan yang edukatif. Upaya lain yang dapat dilakukan pendirian koperasi petani agar distribusi hasil panen bukan lagi monopoli tengkulak.
            Kehadiran petani sebagai pahlawan pangan yang sering terabaikan oleh masyarakat. Padahal tanpa jasanya rakyat baik yang jelata, sampai yang kaya raya akan mati kelaparan. Sudah sewajarnya mereka terbebas dari belenggu kemiskinan melalui pengabdian mahasiswa maupun program pemerintah guna peningkatkan produktivitas dan nilai ekonomis produk pertanian.

Daftar Pustaka
1. Narwoko, Dwi dkk. 2004. Sosiologi Teks Pengantar dan Terapan. Jakarta : Kencana.

2. Muis Syam, Abdul. 2013. Indonesia: Dulu Negara Agraris, Sekarang Negara “Artis”?. Tersedia : http://regional.kompasiana.com/2013/09/09/indonesia-dulu-negara-agraris-sekarang-negara-artis-590088.html

3. ----. 2013. Kabinet Pembangunan IV. Tersedia : http://id.wikipedia.org/wiki/Kabinet_Pembangunan_IV

4. Badan Pembangunan Nasional. 2004. Revitalisasi Pertanian. Tersedia : www.bappenas.go.id/index.php/download_file/view/8098/1653/‎

5. ---. 2013. Diserang Hama Ulat, Petani Bawang Terancam Gagal Panen. Tersedia: http://berita8.com/berita/2013/10/diserang-hama-ulat-petani-bawang-terancam-gagal-panen

Tidak ada komentar:

Posting Komentar